BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Fiqih
muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan manusia dengan manusia
lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan
ibadah termasuk kedalam kategori ini. Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian
masyarakat. Salah satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam fiqih
muamalah ialah ijarah.
Ijarah
merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi
objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat. Untuk lebih
jelasnya, didalam makalah ini akan dibahas permasalahan ijarah yang meliputi
pengertian, dasar hukumnya, rukun dan syaratnya, al-ijarah al-muntahia
bittamlik, serta perbedaan ijaroh dan Ju’alah.
1.2
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian
Ijarah, Ijarah muntahiyyah bittamlik?
2.
Apa saja yang menjadi landasan hukum Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
3. Apa saja yang menjadi syarat dan rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
4. Apa saja bentuk
Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Ijarah
Muntahiyah Bittamlik.
2. Mengetahui landasan hukum
Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
3. Mengetahui syarat dan
rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
4. Mengetahui bentuk Ijarah
Muntahiyah Bittamlik.
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian Ijarah, Ijarah muntahiyyah bittamlik
Ijarah
Kata ijarah secara bahasa berati al-ajru, yaitu imbalan terhadap suatu
pekerjaan. Dalam bentuk lain kata ijarah juga biasa dikatakan sebagai nama bagi
al-ujirah yang berati upah atau sewa (al-kara-a). Singkatnya secara bahasa,
ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memperoleh manfaat. Manfaat tersebut
bisa berupa jasa atau tenaga orang lain, dan bisa ula manfaat yang berasal dari
suatu barang/benda. Dengan demikkian dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad
pengalihan hak manfaat atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diiuti dengan pengalihan kepemilikan atas barang itu sendiri.
al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik
Al
Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with
purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan.
Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata :
1. At-ta’jiir /
al-ijaaroh (sewa)
2. At-tamliik (kepemilikan)
Definisi dua kata
tersebut secara keseluruhan :
Pertama : at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil dari
kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan
juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap
pekerjaan.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi
dua :
1. sewa
barang
2. sewa
pekerjaan
Kedua
: at-tamliik secara bahasa bermakna : menjadikan orang lain
memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara
bahasa.Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan
terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
Jika
kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka
disebut persewaan. Jika kepemilikan terhadap
sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya
ganti maka disebut pinjaman.
Ketiga
: definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik (IMB) (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari
dua kata adalah ; sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya
akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat
pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa
2.2
Landasan hukum
Ketentuan
Mengenai Ijarah/Rukun dan Syarat Ijarah Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Semua ulama dari ahli fiqh, baik
shalaf maupun khalaf sebagaimana ditegaskan Ibnu Rusyd, menetapkan boleh mubah
terhadap hukum ijarah. Kebolehan tersebut dilandaskan pada dasar hukum yang
sangat kuat dari Al-quran dan sunnah. Dalam Al-quran diantaranya disebutkan
pada QS. Al-Baqarah (2):233, QS. Az-Zukhruf (43): 32; QS. At-Thalaq (65):6; dan
QS. Al-Qasas (28):26 berikut.
Dan
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu memberikan
pembayaran yang patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah
maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Baqarah (2):233).
Apakah
mereka yang membagi-bagikan rahmat tuhanmu ? kami telah menentukan antara
mereka penghidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagia mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf (43): 32).
Kemudian
jika mereka menyusukan anak-anakmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik dan jika kamu
menemui suatu kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya. (; QS. At-Thalaq (65):6.
Saalah seorang dari dua wanita itu
berkata, hai ayahku ambilah iya sebagai orang yang bekerja pada kita,karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya. (QS. Al-Qasas (28):26).
Sedangkan dalam hadis di antaranya :
Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa
Rasulullah saw bersabda: berbekamlah kamu kemudian berikanlah olehmu upahnya
kepada tukang bekam itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw
bersabda : berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering. (HR. Ibn Majah).
Selain landasan tekstual ayat dan
hadis, argumentasi logis sebagai landasan kebolehan ijarah dikemukakan oleh
Ibnu Qudamah. Menurutnya ijarah diperbolehkan syariah karena kebutuhan terhadap
manfaat sama kuatnya dengan kebutuhan terhadap benda. Kalau jual beli benda
dibolehkan maka hal itu menghendaki diperbolehkannya juga jual beli manfaat.
2.3 Syarat dan rukun
Menurut mayoritas ulama
a. Pelaku akad (al-mu’jir dan
al-musta’jir)
Al-mu’jir atau yang kadang disebut al-ajir yang keduanya mengaju pada makna
yang sama, yang menyewakan, yaitu orang yang menyerahkan barang sewaan dengan
akad ijarah (pemberi sewa). Istilah al-ajir, yaitu orang yang menyewakan
dirinya atau pekerja (pemberi jasa), sedangkan yang dimaksud dengan al-musta’jir
adalah orang yang menyewa (penyewa).
b. Shighat
Sebagaimana dalam halnya sighat dalam jual beli, persyaratan shighat dalam
ijarah juga sama dengan persyaratan shighat dalam jual beli.
c. Objek akad sewa/manfaat dan
sewa/upah (ma’qud alayh)
Dalam akad ijarah sebagaimana transaksi pertukaran lainnya, juga terdapat
dua buah objek akad, yaitu benda/manfaat/pekerjaan dan uang sewa/upah.
Sedangkan syarat-syarat dari ijarah
adalah:
a. Kedua belah pihak yang berakad
menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
b. Manfaat yang menjadi objek ijarah
harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian
hari.
c. Penyewa barang berhak memanfaatkan
barang sewaan tersebut, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dengan
cara menyewakan atau meminjamkan.
d. Objek ijarah dalam bentuk jasa atau
tenaga orang lain, bukan merupakan suatu kewajiban individual bagi orang
tersebut seperti shalat atau puasa.
e. Objek ijarah dalam bentuk barang
merupakan sesuatu yang dapat disewakan.
f. Imbalan sewa atau upah harus jelas,
tertentu, dan bernilai.
2. 3 Bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik memiliki banyak
bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak.
Misalnya, al ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al
ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan.
Ada 2 bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik:
1.
Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan
kepemilikan barang secara hibah dari pemilik objek sewa kepada
penyewa. Pilihan ini diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar
sewa relatif lebih besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah
mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank
2.
Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji
menjual barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga
tertentu. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk
membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, maka
akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum
mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.
Bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang
itu di akhir periode.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah Muntahia Bittamlik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses perpindahan
hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi IMBT merupakan pengembangan
transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar. Karena merupakan
pengembangan dari transaksi ijarah, maka ketentuannya mengikuti ketentuan
ijarah.
Proses perpindahan kepemilikan
barang dalam transaksi ijarah muntahia bittamlik dapat dilakukan dengan cara:
hibah dan promise to sell (janji jual). Yang mana ijarah muntahia bittamlik ini
memiliki rukun, yaitu: penyewa (musta’jir), pemberi sewa (mu’ajjir), objek sewa
(ma’jur), harga sewa (ujrah), manfaat sewa (manfa’ah), dan yang terakhir ijab
qabul (sighat).
DAFTAR PUSTAKA
·
Hukum Perbankan Syariah Prof. Dr.
H. Zainudin Ali, M.A
·
Perbankan Syariah Khotibul Uman,
S.H., LL.,M
·
Penerapan Hukum Perjanjian dalam
Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah Prof. H. Fathurrahman Djamil., M.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar