Kamis, 15 Desember 2016

MAKALAH Hukum Perbankan dan Keuangan Islam ( Ijarah muntahiyyah bittamlik )


BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar belakang
Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah termasuk kedalam kategori ini. Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat. Salah satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam fiqih muamalah ialah ijarah.
Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat. Untuk lebih jelasnya, didalam makalah ini akan dibahas permasalahan ijarah yang meliputi pengertian, dasar hukumnya, rukun dan syaratnya, al-ijarah al-muntahia bittamlik, serta perbedaan ijaroh dan Ju’alah.

1.2 Rumusan masalah
1.    Apa pengertian Ijarah, Ijarah muntahiyyah bittamlik?
2.    Apa saja yang menjadi landasan hukum Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
3.    Apa saja yang menjadi syarat dan rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
4.    Apa saja bentuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik?

1.3 Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui pengertian Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
2.    Mengetahui landasan hukum Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
3.    Mengetahui syarat dan rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
4.    Mengetahui bentuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik.




BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Ijarah, Ijarah muntahiyyah bittamlik
              Ijarah
Kata ijarah secara bahasa berati al-ajru, yaitu imbalan terhadap suatu pekerjaan. Dalam bentuk lain kata ijarah juga biasa dikatakan sebagai nama bagi al-ujirah yang berati upah atau sewa (al-kara-a). Singkatnya secara bahasa, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memperoleh manfaat. Manfaat tersebut bisa berupa jasa atau tenaga orang lain, dan bisa ula manfaat yang berasal dari suatu barang/benda. Dengan demikkian dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad pengalihan hak manfaat atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diiuti dengan pengalihan kepemilikan atas barang itu sendiri.

       al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan.
Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata :
1.    At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa)
2.    At-tamliik (kepemilikan)
Definisi dua kata tersebut secara keseluruhan :
Pertama : at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil dari kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi dua :
1.    sewa barang
2.    sewa pekerjaan
Kedua : at-tamliik secara bahasa bermakna : menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa.Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
       Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan. Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.
       Ketiga : definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik (IMB) (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah ;  sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa

2.2  Landasan hukum
     Ketentuan Mengenai Ijarah/Rukun dan Syarat Ijarah Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Semua ulama dari ahli fiqh, baik shalaf maupun khalaf sebagaimana ditegaskan Ibnu Rusyd, menetapkan boleh mubah terhadap hukum ijarah. Kebolehan tersebut dilandaskan pada dasar hukum yang sangat kuat dari Al-quran dan sunnah. Dalam Al-quran diantaranya disebutkan pada QS. Al-Baqarah (2):233, QS. Az-Zukhruf (43): 32; QS. At-Thalaq (65):6; dan QS. Al-Qasas (28):26 berikut.
   Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu memberikan pembayaran yang patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Baqarah (2):233).
   Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat tuhanmu ? kami telah menentukan antara mereka penghidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagia mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf (43): 32).
   Kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik dan jika kamu menemui suatu kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (; QS. At-Thalaq (65):6.
Saalah seorang dari dua wanita itu berkata, hai ayahku ambilah iya sebagai orang yang bekerja pada kita,karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (QS. Al-Qasas (28):26).
Sedangkan dalam hadis di antaranya :
Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah saw bersabda: berbekamlah kamu kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda : berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering. (HR. Ibn Majah).
Selain landasan tekstual ayat dan hadis, argumentasi logis sebagai landasan kebolehan ijarah dikemukakan oleh Ibnu Qudamah. Menurutnya ijarah diperbolehkan syariah karena kebutuhan terhadap manfaat sama kuatnya dengan kebutuhan terhadap benda. Kalau jual beli benda dibolehkan maka hal itu menghendaki diperbolehkannya juga jual beli manfaat.

2.3 Syarat dan rukun
Menurut mayoritas ulama
a.    Pelaku akad (al-mu’jir dan al-musta’jir)
Al-mu’jir atau yang kadang disebut al-ajir yang keduanya mengaju pada makna yang sama, yang menyewakan, yaitu orang yang menyerahkan barang sewaan dengan akad ijarah (pemberi sewa). Istilah al-ajir, yaitu orang yang menyewakan dirinya atau pekerja (pemberi jasa), sedangkan yang dimaksud dengan al-musta’jir adalah orang yang menyewa (penyewa).
b.    Shighat
Sebagaimana dalam halnya sighat dalam jual beli, persyaratan shighat dalam ijarah juga sama dengan persyaratan shighat dalam jual beli.
c.     Objek akad sewa/manfaat dan sewa/upah (ma’qud alayh)
Dalam akad ijarah sebagaimana transaksi pertukaran lainnya, juga terdapat dua buah objek akad, yaitu benda/manfaat/pekerjaan dan uang sewa/upah.




Sedangkan syarat-syarat dari ijarah adalah:
a.    Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
b.    Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
c.     Penyewa barang berhak memanfaatkan barang sewaan tersebut, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dengan cara menyewakan atau meminjamkan.
d.    Objek ijarah dalam bentuk jasa atau tenaga orang lain, bukan merupakan suatu kewajiban individual bagi orang tersebut seperti shalat atau puasa.
e.    Objek ijarah dalam bentuk barang merupakan sesuatu yang dapat disewakan.
f.      Imbalan sewa atau upah harus jelas, tertentu, dan bernilai.

2. 3 Bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan.
                     Ada 2 bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik:
1.    Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang secara hibah dari pemilik objek sewa kepada penyewa. Pilihan ini diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank
     2.    Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang itu di akhir periode.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
          Ijarah Muntahia Bittamlik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar. Karena merupakan pengembangan dari transaksi ijarah, maka ketentuannya mengikuti ketentuan ijarah.
Proses perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi ijarah muntahia bittamlik dapat dilakukan dengan cara: hibah dan promise to sell (janji jual). Yang mana ijarah muntahia bittamlik ini memiliki rukun, yaitu: penyewa (musta’jir), pemberi sewa (mu’ajjir), objek sewa (ma’jur), harga sewa (ujrah), manfaat sewa (manfa’ah), dan yang terakhir ijab qabul (sighat).



DAFTAR PUSTAKA

·      Hukum Perbankan Syariah Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A
·      Perbankan Syariah Khotibul Uman, S.H., LL.,M
·      Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah Prof. H. Fathurrahman Djamil., M.A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar